
Masa Depan Kendaraan Listrik
Kendaraan listrik menjadi masa depan Indonesia. Selain bisa menekan emisi gas buang dari kendaraan bermotor, penerapan kendaraan berbasis baterai ini juga dapat mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).
Saat mengunjungi sebuah stasiun pengisian baterai ABB di Dalmine, Italia Utara, Sabtu (10/11) waktu setempat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, berpendapat bahwa Indonesia tak boleh ketinggalan soal kendaraan listrik.
“Saya percaya mobil listrik adalah masa depan transportasi berbasis jalan raya di dunia dan juga masa depan Indonesia,” kata Jonan.
Menurut Jonan, kendaraan listrik bisa menjadi formulasi untuk menjawab sejumlah persoalan. Pertama, adalah mengurangi emisi gas buang dari kendaraan bermotor. “Sekurang-kurangnya melokalisir daerah-daerah yang polusinya tinggi, seperti di kota-kota besar,” paparnya.
Kendati demikian, Jonan pun mengamini bahwa mayoritas atau sekira 56 persen Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih mengandalkan batu bara sebagai bahan bakarnya.
“Akan kami kurangi pelan-pelan (pembangkit listrik berbasis batu bara),” imbuhnya.
Selain berdampak pada lingkungan, penerapan kendaraan listrik juga mampu mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab, Jonan memaparkan, tingkat konsumsi tak sebanding dengan produksi.
“Kami berusaha mengurangi impor minyak atau BBM baik minyak mentah atau minyak jadi. Kenapa? produksi Indonesia sekarang 800 ribu barel per hari (brh) dan naik menjadi 1-2 juta juta brh di kemudian hari, tapi kami yakin pertumbuhan konsumsi BBM kalau tidak diganti makin lama juga makin tinggi. itu yang kedua,” paparnya.
Ketiga, Jonan pun mendorong sejumlah stakeholderuntuk menciptakan industri kendaraan listrik di dalam negeri. Perlu adanya regulasi terkait bea masuk dan perpajakan yang bisa mendorong industri kendaraan listrik.
“Karena dunia sudah bergerak industri 4.0 sudah lari, makanya kita juga harus mengembangkan kendaraan listrik ini secepat mungkin,” tutup Jonan.